Kompleksitas Ketahanan Untuk keperluan diskusi, ketahanan
negara terhadap bencana dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu negara untuk
bersiap menghadapi bencana besar, untuk merespon dan segera memulihkan setiap
gangguan yang terjadi untuk kembali ke kondisi normal.
Dibutuhkan perspektif
yang tepat untuk menjelaskan apakah suatu negara memiliki ketahanan terhadap
bencana besar. Perspektif pertama tentu saja bencana itu sendiri. Ketika sebuah
bencana besar datang, kita umumnya tidak dapat memprediksi seberapa besar
fatalitasnya.
Masih ingat ketika tsunami 2004 terjadi? Jumlah kematian
meningkat pesat hanya dalam hitungan hari. Untuk kasus Covid-19, meskipun
jumlah kematian yang terjadi masih jauh di bawah dibandingkan bencana tsunami
2004 yang dahsyat itu, jumlah orang yang terinfeksi dan jumlah kematian terus
meningkat dari hari ke hari.
Kita pun khawatir
sampai kapan ini akan berlangsung sebelum angka-angka itu mulai turun. Tantangannya
adalah apakah kita dapat secara akurat memprediksi penyebaran virus dan jumlah
orang yang terinfeksi? Kemampuan untuk memahami pola penyebaran virus menjadi
sangat penting untuk mengambil respon cepat dengan benar.
Tujuan dari respon
cepat harus pada meminimalkan jumlah kematian, bukan tingkat kematian. Ini
seperti dalam manajemen kualitas, ketika kita ingin menjaga sesuatu yang berharga
dari cacat, maka jumlah cacat menjadi dimensi kritikal yang harus dikendalikan.
Jadi, pencapaian utama dalam memerangi virus ini adalah menjaga jumlah kematian
serendah mungkin.
Untuk melakukan itu,
strategi penanganan bencana harus dirumuskan berdasarkan perspektif lain:
infrastruktur, masyarakat, dan pemerintah. Infrastruktur di sini mencakup semua
sumber daya dari sistem pemberian perawatan kesehatan: rumah sakit, dokter,
perawat, tenaga medis, dan fasilitas dan peralatan medis.
Mengingat Covid 19
dikategorikan sebagai angsa hitam, semua rumah sakit tentu tidak siap
sebelumnya untuk memiliki kapasitas berlebih untuk menangani sejumlah besar
orang yang terinfeksi.
Oleh karena itu,
diperlukan semacam strategi kapasitas yang fleksibel untuk bisa menambah
kapasitas dengan cepat. Ragam langkah Presiden Joko Widodo meredam Covid-19
(Katadata) Selain sumber daya perawatan kesehatan, infrastruktur dalam bentuk
rantai pasokan yang kuat juga diperlukan.
Dalam bencana besar, kepanikan di depan umum umumnya dipicu
oleh kelangkaan barang yang sangat dibutuhkan. Dalam kasus Covid 19, gangguan
rantai pasokan terjadi, menghentikan pasokan barang seperti masker, sanitizer,
dan peralatan pelindung diri. Bahkan jika barang tersedia, harganya telah
meroket. Menjadi penting untuk memastikan bahwa ada kapasitas yang dicadangkan
dalam rantai pasokan untuk mengantisipasi lonjakan permintaan selama bencana.
Infrastruktur lain
yang dibutuhkan untuk ketahanan negara adalah telekomunikasi dan listrik.
Kebijakan pembatasan diri dari keramaian dalam berbagai bentuknya yang
mendorong orang harus bekerja dari rumah membutuhkan infrastruktur
telekomunikasi dan listrik yang andal. Kemampuan untuk menghadapi dan
menanggapi bencana juga dapat dijelaskan dari perspektif masyarakat. Kesehatan
yang baik dapat menjadi perisai terhadap ancaman penyebaran Covid 19. Semakin
buruk kesehatan masyarakat, semakin rentan terhadap ancaman pandemi, dan
sebaliknya.
Ketika penyebaran
virus tidak dapat dihindari, ketahanan negara ditentukan oleh tingkat kepatuhan
masyarakat jika kebijakan lockdown dalam berbagai bentuknya dilaksanakan. yang
menjelaskan tindakan seseorang untuk menghargai kepentingan orang lain, juga
merupakan penentu keberhasilan dalam menekan penyebaran virus. Tidak memborong
masker dan pembersih, melakukan karantina sendiri ketika seseorang telah
terpapar atau dalam pantauan adalah contoh yang jelas dari altruisme. Kemakmuran
rakyat juga menentukan ketahanan terhadap bencana. Kebijakan lockdown atau
pembatasan mobilitas orang lebih mudah diterapkan pada mereka yang secara
keuangan sudah mapan daripada mereka yang masih harus bekerja di luar rumah
untuk mendapatkan nafkah setiap hari.
Akhirnya, ketahanan negara terhadap bencana dijelaskan oleh
perspektif pemerintah. Dibutuhkan upaya yang matang dalam mempersiapkan,
merespons bencana, dan mengembalikan kondisi gangguan yang terjadi kembali
normal. Ini seperti orkestra simfoni, pemerintah berperan sebagai konduktor
yang akan mengatur orang, rumah sakit, dokter, tenaga medis, bisnis, dan
pemasok semua barang yang diperlukan dalam bencana, telekomunikasi, dan
penyedia infrastruktur listrik. Ketika sudah ada korban yang terinfeksi dan
mati, kecepatan respons menjadi faktor kunci keberhasilan dalam mengurangi
penyebaran virus.
Menyelamatkan nyawa
manusia harus menjadi prioritas utama, yang lain mengikuti. Memang membutuhkan
dana yang sangat besar. Pemerintah dapat memprioritaskan kembali program dan
kegiatan mereka.
Pemerintah harus dapat membangun tingkat urgensi yang tinggi
di masyarakat untuk memerangi penyebaran virus. Dibutuhkan kampanye cerdas dan
masif untuk membangunkan kesadaran masyarakat akan bahaya wabah ini. Ketika itu
terjadi, masyarakat dan komunitas bisnis akan mendukung sepenuhnya program
manajemen bencana yang dijalankan pemerintah.
Program penanggulangan bencana harus dilihat sebagai kegiatan
pertambahan nilai untuk menahan sebaran virus dan membuat orang yang sudah
terinfeksi kembali sehat. Berhasil dalam menanggapi dan mengatasi Covid-19
tentu akan membantu pemerintah melakukan program pemulihan; membuat
kondisi sosial ekonomi yang terganggu menjadi kembali normal. Belajarlah dari
inovasi yang sukses. Kejarlah makna, yang mulia, dan semua kebaikan
akan mengikuti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar